Prasangka kita terhadap sesuatunya sangat berpengaruh bagaimana kemudian kita bersikap dan memperlakukannya. Anak kecil, yang belum memiliki pengalaman bermain dengan api, itu artinya tak memiliki prasangka tentang api kecuali berwarna merah. Namun, setelah tersentuh, betapa kagetnya ia, ia pun memiliki kesimpulan bahwa api itu panas. Maka kemudian, setiap ia melihat sesuatu yang dianggapnya api, atau mirip api maka ia pasti akan ketakutan karena panas itu. Prasangka dalam contoh ini menyelamatkan. Tetapi, bila berlebihan akan mengarah kepada kerusakan diri sendiri.
Naifnya, terkadang prasangka itu dapat mengganggu hubungan seseorang dengan yang lainnya. Dalam semua bidang, baik itu pendidikan, sosial, keagamaan dan bahkan perekonomian. Jujur saja, kita pasti akan merasa kelelahan bila terus menerus dicurigai dengan hal negatif, meskipun kita belum pernah terbukti melakukannya. Kita membantu, tetapi dicurigai ingin cari muka demi mendapatkan citra baik. Akibatnya, ia berbicara tak karuan, menampakkan perubahan sikap kepada diri kita, kita menjadi orang yang seolah paling hina di dunia ini. Entahlah, bukankah hidup itu memang ujian bukan?
Anehnya, mengapa kita terkadang tak merasa risih saat dicurigai dengan hal yang positif. Kita merasa tenang dan bahagia saja, meskipun kenyataan itu jauh dari kenyataan diri yang sebenarnya. itu pun juga bisa berbahaya pada akhirnya. Termasuk juga ujian.
Penekanan demikian tentu akan sangat menyakitkan, dalam segala hal. Kita tidak baik, dianggapnya baik. Kita tidak baik, tapi juga tak mau dianggap buruk. Ya sudahlah, yang paling tahu tentang diri kita adalah diri kita sendiri. prasangka dan buahnya (pembicaraan mereka) sepenuhnya pandangan mereka yang tak sempurna: terbatas oleh pengalaman mereka, oleh waktu, ruang dan satu sisi. Tak sepenuhnya mewakilkan “identitas diri kita” yang sebenarnya.
Dalam pepatah arab disebutkan, “tidaklah semua yang berkilau itu adalah emas.” Boleh jadi, sesuatu itu pahit, namun di dalamnya mengandung obat yang di dalamnya menyelamakan kita dari kematian. Resep bahagianya, jangan mudah menyimpulkan sesuatunya sebelum kita benar-benar mengetahuinya secara objektif. Tidak terpengaruhi oleh kekeruhan perasaan.
Karena cinta, seseorang menjadi buta. Sebab benci, seseorang juga bisa buta. Cintanya membutakan pandangannya akan kekurangan dan kelemahan, bencinya membutakan akan kebaikan dan kelebihannya. Boleh jadi engkau membenci sesuatu, tetapi Allah sebenarnya memberikan kebaikan yang banyak di dalamnya. Subhanallah, Maha Besar Allah.
Cara termudah agar terhindar dari “mudah berprasangka”, menyimpulkan segala sesuatunya terlalu dini adalah dengan menunda prasangka tersebut. Bila mana bukti-bukti telah tanpak, maka tak apalah berprasangka sesuai bukti tersebut, tetapi juga harus meletakkan prasangka itu pada porsinya. Hanya saja misalnya adalah oran pergi ke sawah dengan membawa celurit, kemudian kau sangka ia akan membunuh sesuatu. Maka tak tenanglah diri kita yang hakiki tersebut.