Apalah arti sebuah perjalanan tanpa waktu? Karena waktu itu sendiri menjadi sebuah perjalanan sejati yang amat penting. Pengisian terhadap waktu dengan kegiatan bermanfaat merupakan suatu keniscayaan. Karena bila semua waktu digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat (semisal liburan melampaui batas) apalagi hal yang merugikan, tentu berakibat fatal. Misal saja, liburan karena menghindari kejaran deadline yang begitu menghimpit.
Setiap post-post waktu dalam dua puluh empat jam sejatinya perlu diisi dengan bijaksana. Seimbang antara kerja, keluarga, pribadi, dan Allah SWT. Mudahnya; sediakanlah waktu untuk untuk urusan hablun minallah (hubungan dengan Allah), hablun minannas (hubungan manusia), hablun minannfsi (hubungan dengan diri sendiri) dan hablun maal biah (hubungan dengan lingkungan). Bahkan, orang-orang primitif tahu betul bagaimana menyelaraskan kehidupan dengan alam.
Ketika bagian-bagian ini tidak diisi dengan baik, atau berpihak sebelah maka akan terjadi ketidakseimbangan yang mengakibatkan sisi lain kehidupan terganggu. Terlalu banyak liburan bisa menjadikan urusan kantor berantakan, keluarga terbengkalaikan karena persediaan uang menipis. Banyak kerja akan menyebabkan pikiran mengkerut. Konon, negara kita tercinta ini memiliki jam kerja tinggi dibanding negara-negara lain di dunia. Yaitu, 40 jam per-minggu. Apapun itu, kalau berlebihan tidaklah baik.
Tapi sebenarnya, kalau rumah tangga kita itu baik maka itulah tempat wisata terbaik. Tidak perlu healang-healing ke jauh-jauh tempat. Semboyan baiti jannati (rumahku surgaku) bukanlah suatu isapan jempol. Bayangkan, dan itulah surga dunia. Istri atau suami yang menjalankan kewajibannya masing-masing, maka Allah akan memanbahkan mawaddah warrahmah (saling kasih sayang). Anak yang berbakti kepada orang tua merupakan qurrata ain (enak dipandang). Semua kewajiban dilaksanakan dengan baik. Sejuk rasanya.
Percuma healing ke Eropa, ke Amerika, ke Australia kalau tiba-tiba nyampek rumah kemudian cekcok sama anggota keluarga. KDRT, pekerjaan berjibun. Berdzikir akan menenangkan hati, keluarga bersama-sama berdzikir kepada Allah SWT. Itu semua akan terwujud tergantung dari kepala keluarga dan ibu. InsyaAllah, dengan usaha yang luar biasa rumah itu akan menjadi surga (baiti jannati).
Waktu bukan melulu bagaimana harus mengisinya, tetapi hati orang yang bersih tentu akan berbeda dalam memanfaatkannya. Mereka yang memiliki prioritas keuangan, tentu waktu dihabiskan untuk yang demikian. Mereka yang konsen dalam dunia pendidikan, tentu akan dihabisi untuk mengatasi masalah pendidikan. Pun demikian, dalam hidup orang hedonis, ia akan terus menerus bersenang-senang.
Pada akhirnya, bukan tempat yang dituju, bukan tempat wisata di mana harus berlabuh. Tetapi, bagaimana kehidupan waktu hariannya dipenuhi dengan hal yang membahagiakan atau tidak. Jauh-jauh keuangan menjadi habis hanya bersenang-senang sesaat. Kan lebih baik hati dipenuhi dengan memberi kepada sesama, kepada mereka yang sangat membutuhkan.
Makanan, shoping, atau healing tidak akan mampu mengubah hati yang kalut dalam arti maknawi. Meski bisa, itu pun hanya sesaat yang nantinya akan datang kekalutan lagi. Hal ini hanya akan dipenuhi dengan hati yang lapang, tidak terlalu memikirkan ucapan orang tetapi berusaha sekuat tenanga memaksimalkan segenap upaya. Boleh saja berlibur, tetapi jangan lupa surga sesungguhnya ada di dalam hati yang tenang dan bersih.
Semua mungkin setuju atau tidak. Namun kabahagiaan adalah suatu kebutuhan yang tak bisa ditawar-tawar. Tidak dengan hanya berlibur, tetapi menghibur hati yang kalut dengan berdzikir, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Allah pemilik segala keindahan di dunia ini.