Perjalanan akan sangat mengesankan ketika membuat seseorang produktif. Ia semakin lebih baik daripada hari-hari yang telah terlewatinya. Beberapa memelih pergi ke pantai untuk menangkan diri, pergi mendaki ke puncak gunung untuk menangkap kebesaran penciptaan dan beberapa ke tempat lain. Semua itu tampak indah dan menjadikan pikiran lebih tenang. Namun, bukan sumber utama untuk menyelesaikan pikiran yang kalut.
Atau, jangan-jangan perjalanan ke tempat indah itu hanya bertahan beberapa saat saja. Minggu perjalanan ke tempat indah, senin tetap semangat, selasa mulai produktif, tapi rabu-kamis pikiran mulai suram kembali. Memang tidak lah tepat berdiam diri di dalam rumah, kantor, atau apapun tempatnya. Khususnya bagi mereka yang suka melancong.
Tiba-tiba saya berpikir, andaikan saja tempat tempat wisata itu tidak pernah ada di dunia ini, tempat wisata kuliner tidak pernah tercipta. Kemudian apa? Apakah manusia akan mati? Stress? Dan menjadi gila. Tidak. Wisata bukan itu, perjalanan wisata adalah perjalanan refresing diri, tempat kebahagiaan sanak family berkumpul bersama, merenung bagi mereka yang tersendiri, melihat kebesaran penciptaan Allah SWT. yang luar biasa.
Pelancong sejati versi saya perhari ini adalah para musafir yang mengadakan perjalanan bertahun-tahun. Bekal pas-pasan, jauh dari kata enak dengan pakaian seadanya di dalam tasnya. Tidak hanya kesenangan ala perjalanan ke sebuah pantai, tetapi pelajaran tentang tantangan, kesabaran dan tawakkal. Bayangkan, mereka berjalan dari satu daerah ke daerah lain dengan berjalan kaki. Terik panas siang hari dan dinginnya malam hari tak surut menghalangi mereka.
Perjalanan bila dipikirkan memang mengasyikkan dan memberikan banyak pelajaran. Ada banyak pelajaran yang dapat dipetik, keasyikan, dan segala rintangannya. Sebut saja sebuah cerita yang sempat tayang berseleweran di beberapa media mengenai muallafnya dengan latar belakang bule, pelancong dari negara barat pergi ke daerah di Nusa Tenggara Barat. Ia sangat tersentuh dengan seseorang yang tak dikenalnya, yang tak tahu siapa dirinya tetapi tulus membantu saat ia sakit ketika dalam kesendirian.
Cobalah lakukan perjalanan dengan tempat-tempat yang jauh dari kemewahan, atau full alami. Pergilah ke daerah yang listriknya tak sempurna menyala 24 jam, ke tempat di mana sepi daripada bangunan yang tinggi menjulang dengan sombongnya. Banyaklah berinteraksi dengan orang lain, berbicaralah dan lihatlah serta selamilah pikirannya. Jangan lupa, berikanlah yang terbaik untuknya untuk sekedar menyenangkannya. Senyumannnya itu lah yang memberikan energi positif. Ketika memberi, menolong dan membahagiaan orang lain tanpa merasa dimanfaatkan, di situlah kebahagiaan.
Bahkan, hakikat kebahagiaan menurut imam al-Ghazali adalah keletihan dalam usaha. Tanpa letih, apalah arti sebuah pencapaian. Tanpa kesedihan, apalah arti sebuah kebahagiaan. Namun, semua akan lebih terasa maknanya ketika semua pencapaian dirasakan oleh banyak orang lain. Bekerja dengan hati akan memberikan kekuatan luar biasa.
Ada dua hal yang berbeda yang saling melengkapi. Kesulitan tercipta tak sendirian, ia satu kesatuan dengan kemudahan. Setiap ada kesulitan pasti akan datang kemudahan. Tapi, untuk menjadi orang baik jangan menunggu tua yang hampir mendekati umur kematian. Ajal tidak menunggu seseorang menjadi baik, ia akan datang kapan saja. Maka, jadilah baik tanpa menunggu tua. Bersedakahlah tanpa menunggu kaya, berbuatlah kebaikan meski masih belum ikhlas. Lambat laun kesempurnaan akan terlihat dengan usaha yang terus menerus. Perjalanan tidak melulu soal kesenangan, tetapi dalam arti yang lebih dalam adalah suatu pengalaman dari satu hal ke hal lain.