“Kurang afdhol
rasanya di Hari Raya Ketupat ini tanpa ada ketupat,“ ungkap lelaki tua itu. Di
hari ketujuh setelah Idulfitri biasanya sudah mulai banyak ketupat di temukan.
Aneka ragam interaksi sosial tak terelakan.
Demi ketupat, para ibu-ibu rela desak-desakan di pasar. Si bapak duduk manis menghisap sebatang rokok. Di atas jok motornya, ia sambil menunggu hingga sang ibu selesai berbelanja. Kalau lagi mujur, mereka dapat ditemui sedang duduk dengan sesama bapak-bapaknya. Seolah motor berbaris, duduk bersama, merokok dan saling bertukar cengkrama. Entah, mereka ngobrol apa?
Biasanya mereka tak saling kenal. Tiba-tiba nanya hewan ternak lah, kadang juga basa-basi pertanyaan cuaca hari ini, dan kemarin. Soal hewan ternak, kadang di situlah transfer ilmu peternakan didapat di antara mereka. Rata-rata ilmu praktis keseharian yang menyangkut dunia kerja. Tak pernah saya temui perdebatan soal filsafat pragmatis.
Berbeda tongkrongan, berbeda poros pembicaraan. Saya akui tak suka nongkrong, tapi cukup suka memperhatikan bagaimana mode dan arah interaksi masyarakat. Utamanya, bila ditinjau dari latar belakang, maksud dan tujuan.